LGBTQ dan Pro-Choice : Sirine Bahaya bagi Tubuh Kristus akan Paham Humanisme sebagai “Agama” baru di Indonesia

 

LGBTQ dan Pro-Choice : Sirine Bahaya bagi Tubuh Kristus akan Paham Humanisme sebagai “Agama” baru di Indonesia

       Penulis     : Bram Wibisono


     Humanisme atau kemanusiaan merupakan suatu paham yang berkembang berdasarkan paham bahwa manusia diposisikan sebagai makhluk yang otonom atau berdiri sendiri sesuai dengan karakteristik kemanusiannya (humanisasi). Humanisme sesungguhnya memiliki tujuan yang mulia. Tujuan humansime yaitu menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, paham Humanisme cenderung memposisikan manusia sebagai sentral atau pusat segala sesuatu. Kebebasan manusia sebagai salah satu dasar paham ini bergerak. Ketika humanisasi ini menjadi worldview, maka ia menjadi ideologi (humanism) atau bahkan menjadi suatu agama/ajaran.

Apakah Humanisme Salah dan Berbahaya ?

            Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah Humanisme itu salah dan berbahaya ? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat dari berbagai sudut pandang dan objektifitas. Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa kata humanisme berasal dari bahasa latin klasik, humus, yang berarti tanah atau bumi. Dari istilah tersebut muncul kata homo yang berarti manusia (makhluk bumi) dan humanus yang lebih menunjukan sifat “membumi” dan “manusiawi” atau singkatnya humanisme memiliki arti kasih sayang atau rasa peri-kemanusiaan.

Untuk menjawab apakah paham humanisme adalah paham yang salah dan berbahaya, kita perlu mengerti jenis humanisme. Secara garis besar, humanisme dibedakan menjadi dua, humanisme agama dan humanisme sekuler. Humanisme agama adalah paham humanisme yang memadukan filosofi agama dan humanis/kemanusiaan. Karena kita akan membahas Humanisme dalam perspektif Kristen, maka Humanisme Kristen adalah sebuah paham yang memadukan etika Kristen dan prinsip humanis. Sedangkan humanisme sekuler adalah humanisme Humanisme Sekuler adalah paham budaya dan pemikiran mengenai hidup yang didasarkan sikap "menolak Tuhan dan hal-hal yang bersifat adikodrati”, dan menggantikannya dengan “diri sendiri (self), ilmu pengetahuan (science), dan kemajuan (progress)".

Dari pengertian asal Humanisme, kita mengerti “sebenarnya paham humanisme itu baik”. Paham Humanisme “sebenarnya” dapat dikatakan baik  dalam perspektif kekristenan. Hal tersebut dikarenakan dalam Kekristenan menekankan kasih terhadap sesama manusia (1 Yohanes 3:11 - 18 dan 4:7 – 21). Berikut adalah cuplikan dari beberapa beberapa ayat tersebut.

 

 

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. g  4:20 Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, h  maka ia adalah pendusta, i  karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, j  tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. k  4:21 Dan perintah ini l  kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya. m “­

1 Yohanes 4:20 – 21 (TB)

Jika kita berkaca dari ayat – ayat tersebut, sebenarnya orang Kristen pun juga adalah orang humanis. Ayat – ayat tersebut menegaskan sebenarnya humanisme atau kemanusiaan sejalan dengan nilai – nilai Kristen. Tetapi seiring berjalannya waktu, paham humanisme cenderung memposisikan manusia sebagai sentral dan menolak segala sesuatu yang bersifat adikodrati.  Oleh karena hal tersebut, banyak kamus telah mengubah pengertian humanisme menjadi berbeda dari akar katanya. Berdasarkan Cambridge Dictionary,

“Humanism = the idea that people do not need a god or religion to satisfy their spiritual and emotional needs”

“Humanisme = gagasan bahwa orang tidak membutuhkan Tuhan atau agama untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional mereka”

Mari kita menjawab, apakah Humanisme salah dan berbahaya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jika kita kembali ke akar kata humanisme, jawabannya adalah tidak. Tetapi dalam konteks paham humanisme yang berkembang saat ini jika kita menjawab dalam konteks kekristenan, jawabannya adalah humanisme memang salah dan berbahaya.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa humanisme salah, bukannya menjunjung tinggi kemanusiaan dan kebebasan sebagai manusia sehingga manusia bisa mendapat kepuasan dalam segala hal (damai sejahtera) ? Jika saya menjawab bahwa humanisme adalah hal yang salah karena melupakan hal adikodrati, rasanya kurang menjawab, maka saya akan mencoba menjawab secara rasional. Tetapi sebelum saya menjawab hal tersebut, saya mencoba bertanya, “Apakah dengan paham humanisme, tujuan mendapatkan kepuasan dalam segala hal telah tercapai ? Berapa banyak orang humanis yang telah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri?” Berdasarkan data yang saya dapat dari American Journal of Psychiatry menyatakan bahwa persentase bunuh diri orang humanis dan tidak mempedulikan TUHAN lebih tinggi dari orang yang beragama. Dalam kesimpulan dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa agama dapat memberikan damai sejahtera.

“Religiosity is a prominent and complex aspect of human culture relatively neglected in comprehensive biopsychosocial models of psychopathology. Indeed, religious commitment to a few core lifesaving beliefs may protect against suicide (1, 7, 30). The main finding of this study was that religiously affiliated subjects were less likely to have a history of suicide attempts, the best predictor of future suicide or attempts (31)”

American Journal Of Physciatry –

Gambar 1. Tabel Data Bunuh Diri di Amerika Serikat bersumber dari https://ajp.psychiatryonline.org/doi/pdf/10.1176/appi.ajp.161.12.2303

Kembali ke pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan pada poin ini bahwa Humanisme adalah hal yang salah dan berbahaya.

Tubuh Kristus di Indonesia Perlu Waspada Mengahadapi Kemungkinan Merebaknya Humanisme

            Banyak isu yang selalu dibawa oleh kaum humanis, tetapi isu yang selalu dibawa oleh  kaum Humanis adalah isu LGBTQ dan Pro - Choice. Kita semua mungkin sudah mengetahui apa itu LGBTQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Queer). Pro-Choice sering juga disebut gerakan hak aborsi. Mengapa kita perlu waspada akan bahaya masuknya kedua isu tersebut ? Kita perlu waspada dikarenakan sangat jelas paham tersebut berbahahaya dalam bingkai negara beragama seperti Indonesia.

            Mungkin ada yang bertanya, apakah mungkin mereka akan mendapatkan perhatian di bangsa ini padahal mereka berposisi sebagai minoritas ? Jawabannya sangat mungkin jika kita berkaca dengan keadaan yang terjadi di bangsa ini dan patern yang terjadi di bangsa lain.

            Mengapa kita perlu waspada ? Saya mencoba menjelaskan apa yang terjadi di bangsa lain terlebih dahulu sebelum berkaca mengenai keadaan bangsa sendiri.

            Pada tanggal 15 Juli 2010, Argentina sebagai salah satu negara Katholik yang terkenal religius melegalkan LGBTQ dan baru saja pada tanggal 30 Desember 2020, Pemerintah Argentina melegalkan Aborsi. Suatu ironi di negara yang kuat dari segi agama bahkan sebagai tempat lahirnya beberapa pemimpin tertinggi gereja katholik atau Paus. Salah satu hal yang menjadi ironi, legalisasi LGBTQ dan aborsi didukung oleh gereja. Hal yang sangat mungkin juga terjadi di Indonesia.

        Pada tahun ini (2021) ada satu negara lagi yang akan membuat legal aborsi, yaitu Korea Selatan. Suatu ironi mengingat Korea Selatan merupakan negara dengan jumlah Kristen yang cukup banyak.

             


            Gambar 2. Berita legalisasi hak aborsi di berbagai negara

Pada tanggal 1 Januari 2021. Ketua DPR AS, Nancy Pelosi mengeluarkan larangan menyatakan melarang istilah 'gender' seperti ibu, anak perempuan, ayah, anak laki-laki dalam peraturan rumah tangga. Lebih jauh kita lihat sebelum hal tersebut, kita melihat banyaknya gerakan humanisme mengubah Amerika Serikat dari Negara Kristen menjadi negara sekuler. Bahkan waktu ini AS sedang mengalami clash mengenai kebebasan terutama dalam isu LGBTQ dan aborsi.  Jika kita menilik sejarah, mengapa hal tersebut dapat terjadi. Hal tersebut seperti yang dialami negara – negara eropa, yaitu karena jenuhnya serta kekecewaan terhadap pemuka-pemuka agama. Sebagai contoh, di AS banyak pendeta yang jatuh dalam skandal, selain itu ditambah dengan petentangan antar gereja. Jika kita melihat keadaan ini, sepertinya sangat jelas alasan saya mengapa LGBTQ dapat berkembang di Indonesia.  

 


Gambar 3. Ketua DPR AS, Nancy Pelosi menyatakan melarang penggunaan kata ibu, ayah, anak dalam keluarga dan mengganti menjadi “parents”

            Sekarang mari kita analisis kemungkinan gerakan humanisme dapat berkembang di Indonesia. Memang benar Indonesia merupakan negara muslim terbesar, tapi apakah tidak mungkin paham tersebut berkembang dan mengambil tempat disini ? Jika kita melihat keadaan di Argentina, hal yang mungkin terjadi di Indonesia. Hal tersebut menjadi mungkin dikarenakan banyak pemimpin Muslim di Indonesia yang menyatakan dukungannya terhadap LGBTQ utamanya. Sebagai contoh Abdul Muiz Ghazali Dosen dan peneliti pluralisme di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon ketika diwawancarai oleh BBC Indonesia.

(Tapi) siapa yang akan menangani mereka soal peribadatan, ketika orang-orang agamawan anti (terhadap mereka). Yang kedua, di dalam teks-teks keagaman dalam Islam, juga sangat mendukung eksistensi waria, atau LGBTQ pada umumnya. Selama ini ada monopoli tafsir dari orang-orang heteroseksual terhadap LGBTQ, ayat-ayat yang berhubungan dengan LGBTQ dibabat habis tanpa ada klarifikasi, tanpa peninjauan ulang, tanpa ada pemahaman yang detail tentang LGBTQ itu sendiri. Saya juga awalnya orang yang anti terhadap LGBTQ. Tapi kemudian saya belajar dari situ.

Gambar 4. Kampanye Pro LGBTQ di Car Free Day DKI Jakarta

Terlebih lagi, Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBTQ tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka. Selain itu juga adanya pengakuan LGBTQ dari Komnas HAM. Selain itu juga adanya pendirian komunitas LGBTQ yang didukung serta difasilitasi pemerintah setempat. Sebagai contoh, pada tahun 1969, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin memfasilitasi berdirinya organisasi LGBT pertama, The Djakarta Wadam Association. Pada 1 Maret 1982, didirikan organisasi gay pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, dengan sekretariat di Solo.

Gambar 5. Berita Komnas HAM mendukung pemberian hak LGBT

            Secara konstitusi, LGBTQ masih memiliki kebebasan di Indonesia. Sehingga pagar terakhir adalah kaum beragama.

Tetapi sayangnya hal tersebut semakin melemah. Katalis pemercepat berkembangnya LGBTQ di Indonesia adalah dengan adanya kasus yang menyandung para pemuka agama. Bukan  menjadi rahasia umum bahwa sejak lama terkhususnya sejak 2014 banyak masalah yang menimpa para pemuka agama di Indonesia (Islam, Kristen maupun lainnya).  Terlebih lagi ketika ditetapkannya FPI dan HTI sebagai organisasi terlarang dan juga adanya perdebatan antar sesama muslim. Kemudian hal yang sama terjadi di kekeristenan di bangsa ini ketika satu denominasi menghina denominasi yang lainnya. Terlebih lagi dengan munculnya akun – akun satir seperti Gereja Palsu dan Pastor In Style. Munculnya akun – akun tersebut seakan menjadi katalis  muaknya masyarakat dengan paham keagamaan.  Belum ada data resmi yang menyatakan hal tersebut, tetapi jika kita melihat kasus – kasus yang terjadi di banyak kampus  (walaupun tidak pernah diungkap). Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa humanisme sudah mulai berkembang di Indonesia.

Lebih dalam lagi, sekarang anak muda waktu ini sedang mengidam sindorm “Bangga dengan ateisme dan agnotisme”. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ? Hal tersebut dikarenakan banyak Influencer media sosial dengan pengikut berjumlah ratusan ribu atau bahkan jutaan secara tidak langsung mengajak anak muda saat ini menjadi atheis dan agnostic. Sebenarnya awalnya mereka memberi cara pandang menghargai minoritas, namun lama – kelamaan secara langsung maupun tidak langsung seperti memberi dorongan untuk menjadi ateisme dan agnotisme dengan dalih Open Minded. Hal tersebut dapat terlihat dari berbagai video di YouTube. 


 

Berdasarkan data yang dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada tahun 2018 menyatakan bahwa mayoritas rakyat Indonesia menerima hak hidup LGBT. Lebih lanjut, pada tahun 2018, Ketua MPR, Zulkifli Hasan pernah mengatakan bahwa ada lima fraksi partai yang setujui LGBT dan pernikahan sejenis.

Gambar 6.     Berita tentang dukungan terhadap LGBT

Salah satu faktor pendukung dengan adanya propaganda yang telah dilakukan media.  Ada beberapa media telah menyebarkan propaganda

Gambar 7. Propaganda LGBTQ oleh Media

Mengapa LGBTQ dan Hak Pro Aborsi Salah ?

            Seringkali yang menjadi pertanyaan atau pembelaan kaum LGBTQ dan aborsi, mengapa LGBTQ dan Aborsi salah ? Bukankah mengajarkan kasih dan penerimaan ? Secara rasional apa yang salah dengan LGBTQ dan hak pro aborsi ? Mengapa gereja tidak menerima kaum LGBTQ dan menolak Aborsi, bukannya gereja harusnya menerima mereka ?.

            Saya akan bahas dalam dua sudut pandang. Pertama adalah dari sudut pandnag kekristenan dan kedua adalah sudut pandang secara rasional. Jika kita membahas berdasarkan perspektif kekristenan, LGBTQ dan aborsi jelas salah. Ada berbagai ayat sebagai acuan bahwa LGBTQ dan aborsi salah, yaitu Kejadian 1:27-28 ; Kejadian 2 : 18 – 25 ; Kejadian 19:4-5 ; Keluaran 20:13; Imamat 18:22 ; Markus 10 6-8; Imammat 20:13; Roma 1:25 – 27 ; Ibrani 13:4

1:25 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk  dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. 1:26 Karena itu Allah menyerahkan  mereka kepada hawa nafsu  yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.  1:27 Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki , dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan  mereka

-       Roma 1: 25 – 27 – (Mengenai LGBTQ)

Jangan membunuh

-       Keluaran 20:13- (Mengenai Aborsi)

Secara rasional mengapa LGBTQ itu salah ? Pertama yang jelas adalah masalah Kesehatan. Berdasarkan penelitian, LGBTQ dalam kasus perkawinan sesama jenis memiliki kemungkinan 60 kali lipat mudah tertular HIV-AIDS. Berdasarkan data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) AS pada 2010 menunjukkan dari 50 ribu infeksi HIV baru, 2/3 adalah gay- MSM (male sex male/laki-laki berhubungan seks dengan laki). Data pada 2010 ini jika dibandingkan dengan data pada 2008 menunjukkan peningkatan 20 per sen. Sementara, wanita transgender memiliki risiko terinfeksi HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa. Selain masalah dalam hal Kesehatan, masalah lain berada pada masalah Pendidikan penderita LGBTQ. Berdasarkan data, siswa ataupun siswi yang menganggap dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan.

Secara rasional mengapa Aborsi salah ? Sebenarnya jika kita membahas hak pro aborsi dari segi HAM adalah salah. Mengapa ? Aborsi adalah pembunuhan, dapat dikatakan pembunuhan dikarenakan selama berada di kandungan janin sudah memiliki kehidupan. Selain itu aborsi merupakan Tindakan kejam bertentangan degan HAM. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan penjelasan oleh Associate Professor of Neurobiology and Anatomy and Adjunct Associate Professor of Pediatrics di University of Utah School of Medicine bahwa "respons paling primitif terhadap nyeri, refleks tulang belakang," dikembangkan oleh kehamilan delapan minggu, dan "Ada kesepakatan universal bahwa rasa sakit terdeteksi oleh janin pada trimester pertama.". Hal tersebut didukung oleh pemaparan oleh dr Bernard N. Nathanson sebagai mantan dokter aborsi pada New York Magazine tahun 2008. Dr. Bernard Nathanson mengatakan bahwa ia melihat dalam USG mulut anak yang akan diaborsi terbuka dan berteriak tanpa suara. Selain itu, berdasarkan studi oleh Southern Medical Journal terhadap lebih dari 173.000 wanita Amerika menemukan bahwa wanita yang melakukan aborsi 154% lebih mungkin untuk bunuh diri dibandingkan wanita yang hamil. Data tersebut didukung pula oleh studi dalam British Medical Journal bahwa rata-rata tingkat bunuh diri tahunan di antara wanita yang melakukan aborsi adalah 34,7.

Apa yang harus dilakukan ?

Gereja dan diri kita pribadi sebagai tubuh Kristus di bangsa ini perlu merespon fenomena ini. Walaupun isu mengenai paham humanisme bukanlah satu-satunya hal yang perlu dihadapi tubuh Kristus di bangsa ini. Tetapi tubuh Kristus di bangsa ini perlu membuka mata dan waspada akan fenomena ini. Ini bukan waktunya hanya memikirkan urusan internal saja, tetapi juga melihat apa yang terjadi di luar sana. Karena bukan tidak mungkin, gerakan ini akan menjadi wabah bagi tubuh Kristus di Indonesia. Hal tersebut dapat terjadi jika kita belajar apa yang telah terjadi di bangsa lain ketika menutup mata akan gerakan ini. Secara rasional, paham humanisme seolah benar tetapi kita tahu jika paham tersebut bertentangan dengan nilai kerajaan surga.

            Yang menjadi pertanyaan, apa yang perlu kita lakukan selain waspada ? Kemudian, apakah respon tubuh kristus (gereja dan setiap dari kita) merespon Humanisme terutama dalam isu LGBTQ dan aborsi ? Apakah merangkul atau justru memukul ?

            Jika kita Kembali kepada dasar kasih, yang perlu kita lakukan adalah mengasihi mereka tetapi membenci dosanya. Apakah hanya itu ? Yang jelas mereka harus bertobat, dan itulah peran kita sebagai tubuh Kristus untuk membimbing mereka dalam pertobatan,

“Pada kasus LGBTQ, gereja terutamanya  perlu menerima dan mengasihi penderita LGBTQ. Tetapi mereka harus sembuh dan bertobat karena pada dasarnya LGBTQ adalah penyakit”

Mengapa mereka harus bertobat, bukannya gereja menerima semua orang apa adanya? Memang gereja dan kita sebagai bagian tubuh Kristus mengasihi apa adanya, tetapi bukan berarti membiarkan kebenaran dikorupsi. Peran tubuh Kristus adalah menjadi rumah sakit bagi mereka yang membutuhkan. Maka dari itu, penderita LGBTQQ harus sembuh dan bertobat dan bukan berarti mereka diterima apa adanya tanpa pertobatan. Bukan berarti pula tubuh Kristus berkompromi dengan mengikuti standar mereka dengan dalih menjangkau.

“Pada kasus Aborsi, gereja perlu menerima dan mengasihi pelaku aborsi. Tetapi sepatutnya tidak mendukung gerakan pro-aborsi”

            Melihat hal tersebut, kita semakin menyadari betapa pentingnya diri kita di setiap tempat yang TUHAN percayakan. Betapa pentingnya kita berdiri bagi sekolah kita, kampus kita, maupun tempat kerja kita. Melihat hal tersebut pula, kita menyadari betapa pentingnya fungsi Komunitas Kristen di setiap kampus dan sekolah sebagai “brother keeper” bagi sesama kita. Mengapa menjadi penting ? Dunia sekolah dan kampus menjadi tempat yang subur dalam perkembangan paham humanisme terutama LGBTQ. Hal tersebut Nampak dari banyak kejadian kasus LGBTQ di berbagai universitas top di Indonesia, sebenarnya cukup banyak kasusnya cuma masih tertutup. Disinilah kita semakin mengerti mengapa kita perlu berdoa bagi sekolah dan kampus kita terutamanya.

 

Sumber :

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/pdf/10.1176/appi.ajp.161.12.2303

https://icjr.or.id/icjr-kritik-pernyataan-komnas-ham-tentang-pelarangan-lgbt-tidak-melanggar-ham/

https://www.dw.com/id/pendapat-sahabat-dw-tentang-diskusi-lgbt/a-19093633

https://tirto.id/tak-ada-yang-salah-menjadi-lgbt-dan-religius-ehxL

https://tirto.id/tak-ada-yang-salah-menjadi-lgbt-dan-religius-ehxL

https://variety.com/2015/voices/opinion/islam-gay-marriage-beliefs-muslim-religion-1201531047/

https://www.breitbart.com/politics/2021/01/01/nancy-pelosi-bans-gender-terms-like-mother-daughter-father-son-in-house-rules/?fbclid=IwAR30iHisD_jBzltR-CtHTrbHmoX74GyrJVJ269B3htRLjjxdmIOVVc7xhjE

 

           

Komentar

Postingan Populer